Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas dan Tantangan Besar Menghadapi Learning Loss

Oleh : Muttaqin Kholis Ali (Mahasiswa Prodi PTI angkatan 2011)

Pembelajaran Daring selama pandemi bagi sebagian besar kalangan memang bukanlah satu kebijakan yang efektif meski sepertinya itu menjadi satu-satunya kebijakan yang efesien. Kenapa? Karena kita tidak pernah tahu kapan pastinya pandemi ini akan usai. Solusi yang ditawarkan pun beragam di antaranya sekolah tetap dibuka namun dengan cara pembelajaran jarak jauh dan ini berlaku bagi semua tingkat pendidikan mulai dari pendidikan dasar, menengah hingga pendidikan tinggi. Meskipun hadir banyak kendala namun kebijakan ini setidaknya mampu memberikan ruang bagi anak untuk tetap menerima pelajaran di tengah masa yang tidak menentu ini.

Selama pembelajaran jarak jauh mau tidak mau pihak orang tua/anak, sekolah/guru serta pihak ketiga seperti penyedia layanan kuota internet harus bersinergi dalam rangka mensukseskan proses pembelajaran daring ini. Awalnya memang sedikit terkendala karena harus menyesuaikan diri dengan model pembelajaran virtual namun lambat laun karena sudah terbiasa maka semua berjalan lebih mudah. Dan anak-anak pun semakin terbiasa menggunakan teknologi untuk menunjang proses belajarnya. Jika dulu mereka hanya bisa mengakses ilmu pengetahuan dari buku fisik saja, kini mereka bisa dengan mudah mencari informasi dari berbagai belahan dunia hanya dengan sentuhan jari dari smartphone mereka dan itu pun hanya dalam hitungan detik.

Di tengah ketidaknyamanan situasi dan kondisi selama masa pandemi ini, muncul satu permasalahan baru lagi yang mengancam generasi muda kita yakni adanya learning loss atau kehilangan kesempatan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan. Pemerintah dan jajarannya telah berupaya sebaik mungkin mengkoordinasikan pihak-pihak terkait guna mencegah learning loss ini muncul. Jika di masa lalu kondisi learning loss terjadi karena alasan ekonomi, lingkungan serta kondisi pribadi si anak itu sendiri yang memang terpaksa harus meninggalkan bangku sekolah, kini masa pandemi yang mewabah selama hampir dua tahun pun menjadi faktor memicunya learning loss.

Dilansir dari laman disdikkbb.org menyebutkan bahwa ada 75% sekolah di dunia yang hingga saat ini belum membuka sekolah untuk pembelajaran tatap muka, akibatnya anak mengalami penurunan minat untuk belajar; Meningkatnya kesenjangan sosial antara murid dengan latar belakang ekonomi yang bagus dengan murid yang berlatar belakang tidak mampu terkait media pembelajaran yang mereka gunakan; meningkatnya angka putus sekolah (drop out) karena berbagai faktor seperti keinginan untuk bekerja membantu orang tua ketimbang sekolah tapi mereka tidak punya akses untuk pembelajaran jarak jauh.

Dari kalderanews.com memaparkan bahwa penutupan sekolah sementara bisa berakibat buruk bagi pendidikan jangka menengah. Michelle Kaffeberger seorang peneliti RISE (Research on Improving System of Education) menyebutkan tentang hasil penelitiannya pada anak-anak yang menjadi korban gempa bumi di Pakistan pada tahun 2005. Anak-anak tersebut kehilangan kesempatan belajar karena sekolah mereka ditutup kurang lebih selama empat belas minggu, dan dampaknya adalah kemampuan mereka dalam memahami setiap mata pelajaran yang diajarkan tertinggal jauh dengan remaja seumuran mereka yang tidak mengalami gempa bumi. Hal ini disebabkan karena kurikulum di wilayah terdampak gempa tidak berubah dan tidak menyesuaikan diri dengan kebutuhan anak-anak dalam mengejar ketertinggalan belajarnya. Ia juga menyebut bahwa seorang anak yang duduk di bangku kelas 3 SD dan tertinggal pelajaran selama enam bulan akan menyebabkan kemampuan belajarnya tertinggal selama 1,5 tahun. Jika anak yang duduk di bangku kelas 1 SD mengalami ketertinggalan belajar selama enam bulan maka ia akan mengalami ketertinggalan belajar selama 2,2 tahun.

Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah untuk menghindari learning loss saat ini adalah dengan menggelar pendidikan tatap muka namun masih dalam jumlah ataupun dengan kondisi yang terbatas. Sekolah bisa menjalankan proses pembelajaran tatap muka tetapi harus menjalankan beberapa macam ketentuan sesuai anjuran pemerintah seperti menjalankan protokol kesehatan dengan tetap menjaga jarak, menggunakan masker, mencuci tangan secara rutin serta penerapan kebiasaan hidup bersih selama berada di lingkungan sekolah. Namun, jika penerapan kurikulum serta proses pembelajaran tetap berjalan biasa saja tanpa ada perubahan seperti menyesuaikan ketertinggalan pelajaran selama masa pandemi rasanya sia-sia saja. Bisa jadi anak-anak kita akan mengalami hal yang serupa seperti anak-anak di Pakistan yang terkena dampak gempa bumi karena tidak adanya pembaruan tersebut.

Sebenarnya, Learning Loss ini bisa kita hindari dengan menerapkan berbagai cara seperti yang dipaparkan dalam laman disdikkkb.org yaitu mengoptimalkan segala sumber belajar yang ada untuk mengejar ketertinggalan belajar serta memperbaiki minat anak untuk tetap semangat dalam belajar. Dari laman newmalangpos.id pun menyebutkan ada beberapa cara untuk menghindari Learning Loss yaitu : a) Membuat fasilitas Learning Management System atau semacam program digitalisasi sekolah yang membuat guru dan siswa bisa tetap berinteraksi dengan baik; b) Memadukan pola pendidikan daring dan luring untuk menopang kebutuhan belajar yang lebih optimal selama pembelajaran tatap muka terbatas berlangsung; c) Guru bisa melakukan kunjungan ke rumah siswa yang memiliki keterbatasan mengikuti pembelajaran jarak jauh maupun pembelajaran tatap muka terbatas ini.

Menyerahkan semua ketertinggalan belajar anak-anak dengan menjalankan pembelajaran tatap muka terbatas saja sebenarnya masih belum cukup. Satu hal yang perlu disadari adalah pola pikir masyarakat yang harus diubah yakni menerima proses pembelajaran daring ini dengan memadukan pembelajaran tatap muka namun dengan berbagai macam pembenahan tata kelola pendidikan serta pemenuhan hak-hak anak dalam belajar. Masyarakat harus meyakini bahwa di masa ini kita sedang berproses untuk tumbuh (growth mindset) dan bisa lebih maju lagi menuju era masyarakat 5.0 yang semuanya memang berbasis IT.

Berkembang pesatnya AI (Artificial Intellegence) di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia sendiri serta manfaatnya bagi kehidupan sehari-hari tentunya sudah tak bisa dipungkiri lagi. Ditambah adanya tuntutan pendidikan abad 21 ini memang mengharuskan setiap proses pembelajaran tetap dijalankan dengan melibatkan teknologi digital sebagai kerangka dasarnya. Dengan begitu generasi sekarang akan terbiasa dan akan terampil melakukan berbagai macam inovasi-inovasi terbaru yang bermanfaat bagi kehidupan sekarang dan di masa yang akan datang.

Dari pembelajaran daring ini kita belajar bahwa sebenarnya pendidikan tak hanya bisa dilakukan secara tatap muka, dengan keterbatasan jarak dan kondisi pun pendidikan masih tetap bisa digelar dan tidak mengurangi esensi dari proses belajar itu sendiri. Guru sebagai lakon utama proses pendidikan pun mulai menyadari kebutuhannya untuk selalu mengupdate kemampuannya dengan tantangan pendidikan di era digital. Ia harus mampu merangkai proses pembelajaran sedemikian rupa agar tetap menarik dan tidak membuat anak-anak jenuh karena keterbatasan kondisi yang ada. Orang tua/siswa pun semakin terbiasa menjalani pendidikan daring ini dan sedikit banyak mereka pun telah menikmati berbagai macam kemudahan selama pembelajaran berbasis digital seperti mudahnya mencari informasi serta sumber belajar yang tak hanya berasal dari buku fisik. Selain itu, interaksi antara guru dan siswa yang terjalin lebih intensif karena media internet pun membuat proses belajar mengajar terasa lebih menarik dan kedekatan di antara keduanya tetap terjalin dengan baik.

Kedepannya jika memang proses belajar mengajar tetap dijalankan namun masih dalam kondisi yang terbatas maka pembaruan-pembaruan kurikulum serta kebijakan-kebijakan terkait pendidikan seharusnya memang perlu diadakan untuk menunjang proses pendidikan abad 21 serta mengejar ketertinggalan belajar anak-anak. Jangan sampai learning loss ini hadir akibat kurangnya penataan/persiapan proses pembelajaran di era PTM terbatas. Pembenahan dan perbaikan tetap harus dilakukan demi tercapainya tujuan pendidikan yang maksimal. Dan, pemanfaatan AI dan IT mau tidak mau memang harus dilakukan menyongsong era masyarakat 5.0.

Penulis : Muttaqin Kholis Ali (Guru Komputer dan Pemerhati Pendidikan. WA 082285178213 http://muttaqinkholisalo.com)

1 Comment

Leave a Comment